Random QnA Tag pt.1

Hi. Jadi setelah ujian beberapa kali dan cukup terpukul plus menyesal karena ngga maksimal ngerjain ujiannya, Reza decided to be back here with random QnA tag to cure my stressed mind! Jadi gue minta pertanyaan yang mau ditanyain gitu ke gue ke semua media sosial gue, dan berikut adalah hasilnya! Semoga ngga bete bacanya ya guys, since Reza is being Reza. The list will be continued kalau ada pertanyaan seru lainnya, so here the first part!

Guys, ini for fun only ya. So please don’t take Reza seriously because Reza is being Reza.

Do you have kids?

Yes, I do! I’ll proudly say aku punya banyak anak dari jaman Pemira dan of course anak-anak Intrakampus dan Ekstrakampus MTI kesayangan aku. Semoga aku bisa jadi ibu yang baik dan mengajarkan hal-hal berfaedah yha.

Do you use sarcasm a lot?

HAHAHAHAHAHHAHAHA nope.

Scary movie or happy endings?

Scary movie. Biasanya yang scary suka lucu gitu bikin happy.

Super Junior or EXO?

HAHAHAHAHAHAHAHA SHINHWA DEH SHINHWA.

Lanjutkan membaca “Random QnA Tag pt.1”

A Wise Reminder To Myself

It’s been a long time since I appreciate myself by pouring my thoughts and heart between the space, so I decided to take a two hour off today to write something. This something is a wise reminder to myself that I let it stuck on my mind. (and I hope it can remind everyone who is willingly to read through this maybe not really important thing.)

So I’ve been told since I was a kid that I need to do things the way parents told me to. They told me to head back to home right after I finished my class, to do an early prayer, and first thing first to study diligently since knowledge never betrays – or yeah, that’s what they used to tell.

As time goes by, they became more flexible. When I got older, almost all decisions were made by me. This is include the decision of what school I’ll be going. Well, they surely didn’t agree that I want to go to my current university because a girl shouldn’t. Yeah, as simple as that, because I am a girl who shouldn’t be living that far from her parents. Plus the university I have been dreaming of is one hella kind of university and it would be one of seven wonder if a turtle, nerd high school girl like me would pass the gate. Even more people, include my relatives, and yeah what I mean by relatives are those with blood bound, told me that I wouldn’t make it. Alright, again a turtle coming from nowhere but un-recognised family just wouldn’t make it. I was all burning that time and deep inside I cursed those people, “Bitch, I’ll make sure who is gonna sit back, relax, and have a tea in months”. I was young back then, so easily burnt thus having a high temper was just – yea that way. Having not enough support from my family was not enough, my friends from high school told me a super awful thing. You know, these boys talked to me casually that being in a reputable university will take me to nowhere since I am merely a girl. To add a cherry on top, they said no man would marry me due to my education background. And being a fool I was, I didn’t dare to say no. I shut my mouth and slowly left the crowd. In my mind, what the hell is going on this people mind? How could they conclude that nobody wants to marry me due to my education background? I am not even getting my LOA that time duh. These people are just too freak to be my friends, I thought. And being the old I am, I silently whispered, by the time I got accepted, you’ll have mourned over yourself. And you know what?! The time I got my LOA from my current university, those particular people really mourned over themselves. I felt bad, I felt so sorry. But his university decided not to accept him so what can I do L. Surely, the news of me getting in was all over the place and those who doubted me ate their things, LOL. I know am bad, I just can’t help!

Lanjutkan membaca “A Wise Reminder To Myself”

#PulangMalam101

Q: PulangMalam101 apanya Produce101, Za?

A: Beda baget, jebal. *pake nada kesel gitu ngomongnya*

Sejujurnya, menulis blogpost kali ini disponsori oleh rasa kemalasan belajar untuk kuis Teori dan Metodologi Perancangan dan rasa enggan untuk mer-review pelajaran Statistika II. Teman-teman saya kerap menjuluki saya Si Anak Pagi karena saya sangat sering pulang dini hari. Mengapa saya sering pulang dini hari? Nggak kok, bukan hobi cuma tuntutan aja. #ea #soksokan #emanglosiapaza #siapayangnuntutpulangpagijugasih.

Bandung yang kata orang nggak aman, banyak geng motor kalau malam, banyak orang nggak jelas, ya atau apapun itulah kerap kali menjadikan alasan Mama untuk telepon saya berkali-kali ketika beliau mengetahui bahwa saya belum pulang atau belum sampai kost-an. Dari menanyakan kegiatan apa yang membuat saya pulang malam, apakah saya sudah minum obat dan makan malam, pulang naik apa dan diantar siapa sudah menjadi pertanyaan-pertanyaan wajib berbobot 75% yang kalau tidak dijawab lengkap sudah pasti akan masuk daftar ujian perbaikan. Nggak sih, yang barusan lebay, euphoria setelah UTS aja.

Nah, postingan kali ini, saya ingin bercerita tentang barang-barang apa saja yang biasa saya bawa ketika saya terjadwalkan untuk pulang malam, for the sake of my own safety. And no, if you suspect me bring that kind of butterfly or any kind of hand gun, no I don’t bring any of them. Even though I’ll be glad if somebody gives me one of the for my birthday gift, yes it’s on June 15.

Lanjutkan membaca “#PulangMalam101”

Jangan Dibaca!

Jangan dibaca! Ini saya lagi sensitif aja.

Menurut UUD 1945 Pasal 28E ayat 2, setiap orang bebas dalam menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Di ayat berikutnya, tetap pada pasal yang sama, setiap individu di negara ini dibebaskan untuk mengeluarkan pendapat. Pendapat atau opini seseorang dapat dinyatakan dalam berbagai bentuk, entah itu ucapan secara langsung, tulisan, maupun dituangkan dalam media kreatif lainnya. Ketahuilah, hidup di jaman yang segalanya dilakukan tanpa batas ini sungguh memudahkan siapa saja yang ingin mengungkapkan pendapat dalam bentuk apa saja yang dia inginkan.

Menjadi seseorang yang super sensitif terhadap tulisan-tulisan, literate well said, saya terkadang sangat geli sekaligus miris terhadap tulisan-tulisan, postingan LINE, group chat, ya apapun itu lah yang occasionally membahas hal-hal cukup hot. Feedback dari isu-isu hot ini terkadang membuat saya sedikit geram iya, tertawa iya, ingin nonjok orang pun juga iya. Sebenarnya, hal-hal ini tidak terjadi di dunia maya saja, sampai forum tatap muka pun saya pernah mengalami hal-hal serupa.

Ada di suatu forum, saya mendapat pertanyaan. Sejujurnya, saya tidak menangkap apa yang si Mas-mas ini tanyakan, moderatornya pun juga bingung. Setelah diulang beberapa kali, saya baru paham apa yang ditanyakan sama si Mas utusan lembaga yang satu ini. Kembali lagi, karena saya super sensitif, jadinya kesal deh sama si Mas ini karena: satu, Mas ini tidak menyimak dengan seksama apa yang sudah dipaparkan dan/atau tidak membaca draft/handout yang sudah diberikan sebelumnya; dua, Mas ini bertanya tapi berbelit-belit hingga aku lelah mencerna perkataannya.

Lanjutkan membaca “Jangan Dibaca!”

Dress Up, Why Not?

I dress up to respect myself, not to impress anyone else

Berangkat dari hal-hal kecil yang ternyata dapat membuat saya baper, akhirnya saya memutuskan untuk menulis satu per satu hal kecil tersebut. Salah satu dari hal kecil tersebut adalah opini langsung dari kawan-kawan beda gender saya mengenai saya, terlebih mengenai penampilan.

Saya memang bukan orang yang ngerti mode fashion wanita terbaru, saya bukan tipe ornag yang akan regularly meng-update isi lemari, in short— saya dapat dikatakan buta fashion atau fashion terrorist. Bertolak belakang dengan Mama dan Kakak saya, mereka sangat up-to-date masalah baju apa yang lagi nge-in saat ini, tipe high heels seperti apa yang akan jadi trend tahun depan, bahkan pallet eye make up seperti apa yang akan menjadi garis besar halauan make-up brand topnotch di luar sana. Saya yang super cupu soal gaya-pergayaan kerap kali membuat mama, kakak, bahkan pacar kakak saya kerap kali geram terhadap kondisi saya yang cuek dan lempeng-lempeng aja soal berdandan dan those ala-ala things. Lucunya, mereka rela berkorban untuk membelikan saya barang-barang dari baju, tas, makeups, dan barang ke-cewek-cewekan lainnya you name it, untuk mengubah saya menjadi orang yang lebih care dan aware tentang penampilan diri saya. Tidak ingin mengecewakan dan terkesam tidka menghargai pengorbanan mereka, saya pun nurut-nurut saja kalau harus memakai barang-barang yang mereka beli khusus untuk saya.

Lanjutkan membaca “Dress Up, Why Not?”

Catatan Pemira

Kembali melempar ke belakang, awal dari semua pembelajaran ‘kemahasiswaan’ saya dimulai dari menjadi seorang sekretraris bidang sistem Pemira KM ITB 2015. Waktu itu, saya masih TPB baru selesai UTS 1 semester 2 atau kapan saya lupa tepatnya. Keadaan sumber daya manusia yang sangat minim disertai tuntutan harus ada kabinet yang terbentuk di awal Mei, membuat para panitia bekerja ekstra. Keadaan yang tadinya sudah tidak ideal pun semakin menjadi-jadi ketika verifikasi gagal dan harus diulang. Entah 2 atau 3 kali hingga verifikasi berhasil meloloskan lebih dari 1 calon kandidat. Pemira yang dapat saya katakan sangat melelahkan dan instan ini menjadi tempat bagi saya belajar banyak. Tempat belajar mengenai sistem yang hampir tidak pernah ideal, belajar berkomunikasi dengan massa kampus yang memiliki latar belakang yang sangat variatif, belajar berbagai bentuk jalur kordinasi, dan tentunya belajar bersabar ketika menjadi sasaran empuk para promotor dan tim sukses yang sedang dikejar waktu dan kesibukan lainnya.

Lanjutkan membaca “Catatan Pemira”

Kepadanya yang Tak Pernah Tersampaikan

Selamat pagi, Ayah yang jelas tidak akan membaca tulisan saya yang saya tulis 100% masih terjaga pukul dua dini hari ini.

Ayah, saya tahu Ayah tidak pernah merayakan perayaan simbolik apapun. Sesederhana itu karena sejak kecil tidak ada tradisi yang mengikat Ayah untuk merayakan ulang tahun, hari jadi pernikahan, hari ibu, bahkan hari ayah. Ayah, sejujurnya, saya ingin merayakan momen-momen yang mungkin Ayah rasa tidak beresensi dan sekedar hura-hura saja bersama Ayah. Bukan perayaan yang seperti orang-orang lakukan dengan meniup lilin, memotong kue, atau makan malam bersama keluarga besar, saya hanya ingin menghabiskan waktu berbincang tanpa rasa canggung dengan Ayah ditemani kopi–minuman favorit kita–.

Lanjutkan membaca “Kepadanya yang Tak Pernah Tersampaikan”